| Serial Komik ‘Si Buta dari Gua Hantu’ Merambah Komik Digital

Posted on Agu 29, 2018

Salah satu komik Indonesia yang paling populer, Si Buta Dari Gua Hantu, saat ini dihadirkan kembali dalam bentuk digital. Si Buta yang baru, awalnya ditulis oleh Ganes TH, juga sedang mengalami proses kreatif yang berbeda kali ini.

Komik Indonesia versi lawas seperti Si Buta Dari Gua Hantu ini dulunya hanya dikerjakan oleh satu orang dalam hal cerita dan gambarnya. Kali ini, Bumilangit Komik sebagai pemegang hak cipta Si Buta, telah menunjuk beberapa anak muda berpotensi besar yang berbeda talenta dalam memproses komik generasi baru ini. Diantaranya Iwan Nazif (gambar),  Doni Cahyono (pewarna), serta penulis naskah Oyasujiwo (sesion 01-02) dan Aji Prasetyo (mulai sesion 03)

Halaman Facebook resmi Bumilangit Komik telah secara rutin menampilkan secara bersambung komik Si Buta Dari Gua Hantu selama beberapa sesi, dengan 13 hingga 15 episode per sesi.
Aji Prasetyo, seorang komikus yang tinggal di Malang yang pernah mewakili Indonesia dalam Pameran Buku Frankfurt 2015 di Jerman, diberi kepercayaan untuk menulis lanjutan serial ini mulai sesi ketiga.

Aji, yang biasanya dikenal karena ilustrasinya, mengatakan bahwa dia sangat menikmati tugasnya sebagai penulis naskah dalam seri Si Buta yang baru

“Sebagai penulis, kami memiliki kebebasan kreatif,” katanya di salahsatu kedai kopi di Malang baru-baru ini.

Aji menulis naskah di papan cerita, yang kemudian dapat dengan mudah diserap dan diilustrasikan oleh Iwan Nazif.

Dua sesi sebelumnya, dikisahkan tentang asal-usul karakter anak muda yang bernama Barda Mandrawata sampai  bagaimana dia menjadi buta. Oyasujiwo yang menulis ulang kembali cerita ini berdasarkan karya asli Ganes TH.

lalu pada Sesi ketiga ini, Aji diberi kesempatan untuk menciptakan ruang / pengembangan cerita baru untuk Si Buta, yang selalu ditemani seekor monyet setia bernama Kliwon.

“Ganes tidak pernah menyebutkan era petualangan pahlawan buta, tetapi kostum yang ditampilkan dalam komik  menunjukkan zaman kolonial Belanda tahun 1800-an,” kata Aji.

Aji juga mencoba menciptakan ruang semesta baru untuk karakter, sebelum akhirnya memutuskan pada sekitar 1870-an, ketika Belanda melakukan kebijakan cultuurstelsel (penanaman paksa) pada bangsa Indonesia selain motif dendamnya sesuai komik asli.

“Kali ini, Barda Mandrawata dicari oleh sekelompok orang yang tertindas di suatu tempat di Jawa Barat,” kata Aji.

“Berdasarkan sejarah, kelaparan melanda pada tahun 1850 dan pemberontakan terjadi di Banten, Jawa Barat, pada tahun 1888 karena konflik tanah yang serius,” tambahnya.

Jadi, Barda yang buta itu merespon dengan membantu penduduk pribumi melawan tuan tanah / lintah darat. Seperti biasa, lanjut Aji, selalu ada pro dan kontra ketika karya klasik seperti Si Buta mengambil bentuk baru dan narasi baru.

“Kami mencoba untuk mendidik pembaca bahwa komik sekalipun masih harus bisa beradaptasi dengan waktu,” katanya berpendapat.

Satu hal yang pasti: Latar belakang seni bela diri khususnya pencak silat yang luar biasa akan tetap menjadi bahan utama tema laga Si Buta, seperti versi lama dari Ganes, kata Aji.

Beberapa adegan, misalnya, cukup berdarah darah, menampilkan bagian tubuh yang terputus dan memancar darah sebagai ‘keganasan’ Barda dalam berbagai perkelahian. Yang pasti komik ini masuk dalam kategori dewasa muda dan sudah memiliki label peringatan khusus bacaan.

Aji menekankan kecerdasan Barda, yang naluri dan keterampilan bertarungnya adalah hasil dari meditasi dan pelatihan selama bertahun-tahun, bukannya hadiah dari alien atau supranatural.

“Ini adalah karakter dan budaya kita,” kata Aji.

Tapi kepahlawanannya masih manusiawi.

“Dia bahkan tersandung ketika bertarung, karena dia orang buta,” kata Aji.

Selain konflik tanah, sesi ketiga juga menyentuh isu-isu seputar lingkungan – relevan dengan budaya / kultur peninggalan nenek moyang kita, yang menghormati dunia astral di rimba, air dan pegunungan.

Bagi Aji, produk seni harus mampu menyampaikan pesan dan menanggapi masalah-masalah sosial daripada hanya sebagai hiburan belaka.

“Melalui petualangan Si Buta, para pembaca akan mengikuti kebangkitan rasa kemerdekaan bangsa, yang mulai muncul pada akhir 1800-an,” katanya, sambil berharap bahwa komik Indonesia lainnya juga dapat menawarkan cerita baru untuk memperluas wawasan pembaca.

sumber : the jakarta post