
RAKYAT BUMILANGIT
DAPATKAN INFORMASI & PROGRAM EKSKLUSIF
Jadilah bagian dari komunitas Rakyat Bumilangit yang terus berkembang! Kami mengundang Anda untuk terhubung dengan sesama penggemar, kreator, dan penggemar.
GABUNGJoko Anwar, sineas produktif di balik Satan’s Slaves dan Impetigore, semakin mengukuhkan dirinya sebagai salah satu pembuat film fantasi terkemuka dunia non-Inggris lewat Gundala. Film aksi penuh emosi ini adalah adaptasi dari komik Indonesia legendaris karya Harya “Hasmi” Suraminata, yang berlatar Jakarta masa depan yang suram. Gundala, superhero bertenaga petir, menjadi harapan terakhir kota melawan politisi korup dan bos kriminal megalomania. Meski film ini memasukkan terlalu banyak karakter dan subplot, sebagai pembuka dari serangkaian film yang direncanakan, Gundala sudah sangat memuaskan. Kesuksesan film ini membuka peluang terbentuknya franchise besar dengan daya tarik internasional. Setelah menarik 1,7 juta penonton di bioskop domestik pada akhir 2019, film ini akan tersedia di platform streaming Well Go USA mulai 28 Juli.
Gundala, yang muncul di 23 komik antara 1969 dan 1982, baru satu kali tampil di layar lebar sebelumnya, dalam film 1981 Gundala Si Putra Petir yang tergolong cheesy tapi menghibur. Berbeda dengan superhero kebanyakan, musuh Gundala bukan monster atau alien, melainkan elite manusia kaya dan korup. Bagian awal film dengan kuat menggambarkan asal-usul Sancaka (Muzakki Ramdhan) yang berasal dari kelas pekerja, seorang pemuda yang justru takut petir dan hidup dalam Jakarta yang penuh kejahatan dan kemiskinan. Adegan emosional memperlihatkan kematian ayahnya saat memimpin aksi mogok buruh, dan kepergian ibunya yang harus menjadi pekerja seks karena terdesak ekonomi. Setelah loncatan waktu 20 tahun, Sancaka (Abimana Aryasatya) menjadi satpam pabrik yang cuek, sampai ia mulai melindungi tetangganya Wulan (Tara Basro) dari ancaman preman. Petir memberi Sancaka kekuatan super, kemampuan pulih cepat dari luka, dan memulai perlawanan melawan Pengkor (Bront Palarae), penjahat kejam yang mengendalikan sebagian besar politikus Jakarta. Adegan aksi yang dikoreografikan Cecep Arif Rahman dan Andrew Sulaiman serta difilmkan dengan apik oleh Ical Tanjung sangat memuaskan, meski jumlahnya cukup banyak sehingga cerita utama terasa sedikit sesak. Namun, hubungan Sancaka dan Wulan serta misteri nasib ibunya tetap menjadi fokus yang kuat.
Gundala adalah alternatif menarik bagi penggemar film superhero yang bosan dengan cerita Amerika. Humor halus soal kostum Gundala yang dibuat dari karet dan lakban juga menambah warna film. Dibuat dengan anggaran rendah sekitar 2,1 juta dolar, film ini tetap tampil hebat secara visual dan audio. Gambar Jakarta yang suram dengan bangunan brutalist dan pabrik besar menghadirkan gambaran neraka dunia nyata. Karya luar biasa Khikmawan Santosa sebagai sound designer di film ini turut mengangkat kualitas film, terutama dengan penggunaan teknologi Dolby Atmos.
Jadilah bagian dari komunitas Rakyat Bumilangit yang terus berkembang! Kami mengundang Anda untuk terhubung dengan sesama penggemar, kreator, dan penggemar.